Saint Petersburg – Umat Islam Rusia mempunyai keterkaitan emosional dengan rakyat Indonesia. Tidak hanya karena jasa Bung Karno mengembalikan fungsi Masjid Biru. Tapi lebih dari itu, tradisi Islam yang berkembang di tengah masyarakat Rusia mirip dengan tradisi umat Islam di Indonesia.

Siang itu, saat waktu rehat siang di sela-sela sidang Komite Warisan Dunia UNESCO, penulis berjalan-jalan di sekitar tempat sidang, bekas gedung parlemen di era kekaisaran Rusia. Di seberang sungai Neva tidak jauh dari lokasi sidang, terlihat sebuah gedung dengan kubah warna biru dan menara menjulang khas Asia Tengah.

Arsitektur gedung tersebut terlihat sangat menonjol di tengah kota yang penuh dengan gereja-gereja Kristen Ortodoks dari abad pertengahan. Di benak penulis, langsung terbersit gedung itu pasti sebuah masjid.

Setelah berjalan melintasi jembatan panjang di atas sungai Neva yang ramai dengan wisatawan, sampailah penulis di masjid tersebut. Pada jam-jam tertentu, jembatan ini  dibuka tutup –sebagian badan jembatan diangkat naik ke atas– untuk melintas kapal-kapal besar.

Dalam kesempatan shalat dzuhur berjamaah di masjid tersebut, penulis sempat bertemu dengan imam masjid. Mengetahui penulis dari Indonesia, dengan antusias imam masjid mengajak keliling ruangan dalam masjid.

Beliau menunjukkan hiasan dinding –ukiran kaligrafi kayu khas Indonesia–  hadiah dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Hiasan kaligrasi yang tergantung disebelah kiri mihrab tersebut tertata dengan rapi disamping rak kayu tempat kitab suci Al-Qur’an.

Di sebelah kanan mihrab berdiri tegak mimbar khutbah berarsitektur khas Turki. Mimbar kayu berukir yang dilengkapi tongkat untuk khatib sholat Jum’at tersebut melengkapi keindahan ornamen dan kaligrafi dinding dengan warna dasar biru bertuliskan Allah dan Muhammad serta nama empat khalifah khulafaur rasyidin.

Siang itu, jamaah sholat dzuhur terdiri dari tiga shaf dan hampir semua adalah masyarakat muslim setempat. Selesai shalat berjamaah, imam shalat memimpin dzikir bersama atau di Indonesia dikenal dengan wiridan yang ditutup doa. Para jamaah dengan tertib mengikuti bacaan wirid yang dibaca Imam.

Dilanjutkan dengan bersalam-salaman sambil berdiri melingkar seperti tradisi di masjid-masjid betawi di Jakarta. Selesai bersalaman dan sebelum jamaah keluar dari masjid, imam sekali lagi memimpin doa yang diamini dengan khusuk oleh seluruh jamaah.

Setelah seharian mengikuti jadwal sidang UNESCO yang padat, terasa sekali damai dan adem bisa shalat berjamaah dan bersilaturrahmi dengan saudara seiman di masjid yang sangat indah tersebut.

Saint Petersburg, Juli 2012

Alumni PPQH

(Visited 174 times, 1 visits today)